Selama sebulan terakhir saya mulai mengikuti proyek departemen saya yaitu Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB) yang bekerjasama dengan Kementrian Riset dan Teknologi RI.
Proyek pembuatan mie jagung ini bertujuan untuk menyebarluaskan penggunaan mie jagung di tengah-tengah masyarakat umum.
Proyek ini juga dilaksanakan dalam rangka menyukseskan usaha pemerintah untuk mandiri dalam pangan. Sebagian besar mie di negara kita masih didominasi oleh mie berbasis gandum (tepung terigu). Sementara produksi gandum kita amat rendah dan didominasi oleh gandum impor. Padahal produksi jagung kita cukup besar dan bahkan diprediksi kita akan mampu berswasembada jagung tahun ini.
Mie jagung dibuat dalam beberapa jenis, yaitu mie jagung substitusi (tepung terigu 70% & tepung jagung 30% serta tepung terigu 65% & tepung jagung 35%)~~mie kering, mie jagung 100% tepung jagung teknologi sheeting (mie basah & kering), serta mie jagung 100% tepung jagung teknologi ekstrusi (mie basah & kering).
Karakter tepung terigu sebenarnya lebih unggul dibandingkan tepung jagung, terutama jika akan dibuat menjadi mie. Sebab pada tepung terigu terdapat protein gluten dalam jumlah besar yang mampu membuat adonan menjadi elastis dan memiliki tekstur yang halus. Keunggulan tersebut tidak dimiliki oleh tepung jagung.
Hal tersebut tidak menutup usaha untuk membuat mie jagung. Dalam pembuatan mie jagung sustitusi sebenarnya tidak banyak masalah sebab kekurangan gluten pada tepung jagung akan dapat ditutupi oleh gluten pada tepung terigu. Masalah baru muncul pada pembuatan mie jagung 100% tepung jagung.
Pembuatan mie jagung 100% tepung jagung menggunakan prinsip gelatinisasi pati pada tepung jagung. Oleh karena itu, pada proses pembuatan mie ini, dilakukan proses steaming untuk membantu proses gelatinisasi pada pati tepung jagung. Tahapan ini merupakan titik kritis pembuatan mie jagung. Proses steaming harus dilakukan pada suhu 90 derajat celcius dengan waktu 15 menit. Jika proses terlewat, proses gelatinisasi bisa gagal.
Proses sheeting juga harus diperhatikan. Pada pembentukan lembaran harus dilakukan tahapan dusting dengan tepung jagung sebanyak 12 gram per 1 kg formulasi. Hal ini dilakukan agar adonan tidak lengket saat melalui roll sheeter.
Proses berikutnya yang harus diperhatikan adalah proses pengeringan mie. Pengeringan harus dilakukan sempurna untuk mencegah pertumbuhan kapang.
Demikian tulisan saya. Semoga berguna bagi anda.
(Mohon maaf, penulis tidak dapat menulis formulasi produk, terkait dengan kerahasiaan proyek).
Bernand Simanjuntak-Mahasiswa S1 Teknologi Pangan IPB
Senin, Maret 23, 2009
Kamis, Januari 08, 2009
Pemuliaan dan Regulasi Asam Glutamat (makalah yang pernah saya buat)
Pemuliaan dan Regulasi Asam Glutamat
Asam glutamat merupakan asam amino yang banyak diproduksi (4 juta ton/tahun). Glutamat sendiri adalah salah satu jenis asam amino non-essensial yang merupakan substansi dasar penyusun protein dan bisa diproduksi sendiri oleh tubuh kita untuk keperluan metabolisme serta ditemukan hampir di dalam setiap makanan yang mengandung protein. Beberapa jenis makanan yang mengandung glutamat dari alam adalah tomat, keju, saos soja, saos ikan, dan bahkan juga terdapat di air susu ibu (ASI). Asam glutamat biasanya digunakan pada produksi MSG.
MSG pertama kali dipatenkan oleh perusahan yang berkedudukan di Jepang, Ajinomoto. Dengan pasokannya yang sekitar 30% dari seluruh MSG di dunia, Ajinomoto telah mendominasi pasar sejak ditemukannya bahan aditif sintesis ini.
Dalam bentuk aslinya MSG berupa serbuk putih yang mengkristal dan jika dilarutkan dalam air, akan terurai menjadi ion Sodium (dikenal juga dengan nama Natrium) serta ion Glutamat. MSG menjadi semakin favorit karna tidak berwarna, berbentuk kristal, dan mudah dalam penggunaan serta dalam penyimpanannya. Satu-satunya yang dipengaruhi oleh MSG adalah rasa dalam makanan tersebut. MSG tidak membuat kualitas makanan jelek menjadi lebih baik atau tidak membuat makanan menjadi lebih awet, tapi MSG membuat makanan menjadi lebih enak.
Pada Abad 21 teknik pembuatan MSG mulai beragam. Menurut "The Encyclopedia of Common Natural Ingredients" MSG bisa diproduksi dengan menggunakan proses klasik (proses ekstraksi), teknik hidrolisis protein, sintesis kimia, dan fermentasi oleh mikroba. Dalam makalah ini hanya teknik fermentasi yang akan dibahas lebih lanjut.
Fermentasi
Medium yang digunakan dapat berupa bahan mentah terutama yang mengandung karbon (C): glukosa, fruktosa, maltosa, sukrosa, xilosa, dan asam asetat serta sumber nitrogen (N): garam ammonium, ammonia (NH3). Selain sumber C dan N juga diperlukan biotin dalam medium yang merupakan faktor pembatas, tergantung sumber C yang digunakan. Contoh medium yang sering digunakan adalah molase atau tetes tebu.
Mikroba yang dapat melakukan fermentasi asam glutamate adalah bakteri gram positif nonmotile yang membutuhkan biotin untuk tumbuh dalam jumlah sedikit atau aktivitas α-ketoglutarate dehydrogenase dan aktivitas glutamate dehydrogenase yang tinggi seperti Micrococcus glutamicus, Bacillus circulans, Bacillus megaterium, Corynebacterium, Brevibacterium, Microbacterium, Arthrobacter.
Perubahan permeabilitas dapat meningkatkan produksi asam glutamat oleh Micrococcus, Corynebacterium, Brevibacterium, dan Microbacterium. Kunci dari over produksi glutamat adalah karena spesies tersebut tidak mempunyai enzim α-ketoglutarat dehidrogenase yang memecah α-ketoglutarat menjadi suksinil-CoA, dan membutuhkan biotin (tidak dapat mensintesis biotin).
Jika ditumbuhkan pada glukosa, spesies ini dapat memproduksi glutamat, terkumpul di dalam sel sampai 50 mg/g berat kering, dan karena adanya regulasi umpan balik, produksi glutamat dapat berhenti. Jika permeabilitas sel dinaikkan, glutamat menjadi lebih mudah dikeluarkan dari sel, mengakibatkan konsentrasi glutamat di dalam sel tetap rendah, dan produksi glutamat terus berlangsung.
Perubahan permeabilitas dapat dilakukan dengan cara:
1. Penggunaan biotin yang terbatas ( konsentrasi sangat rendah, biasanya 9-5 mg/L
2. Penambahan Penicillin atau turunan asam lemak.
Konsentrasi biotin yang rendah dan penambahan Penicillin atau turunan asam lemak akan menurunkan konsentrasi fosfolipid di dalam membran sehingga permeabilitas membran berubah.
Fermentasi berlangsung dalam kondisi yang aerobik sehingga membutuhkan sistem aerasi. Reaksi yang terjadi selama fermentasi adalah sebagai berikut:
C6H12O6 + NH3 + 1,5 O2 C4H9O4N + CO2 + 3 H2O
(glukosa) (asam glutamat)
3 C2H4O2 + NH3 + 1,5 O2 C4H9O4N + CO2 + 3 H2O
(asetat) (asam glutamat)
Lintasan atau jalur biosintesa asam glutamat perlu dipelajari untuk pengenalan sifat-sifat mikroba dan kondisi fermentasi optimum sehingga yield yang diperoleh lebih banyak.
Pembentukan asam glutamat dari glukosa membutuhkan sekurang-kurangnya 16 tahap reaksi enzimatis. Asam alpha-ketoglutarat diubah menjadi asam glutamat melalui reaksi reduktif aminasi (penambahan NH3). Enzim yang mengkatalisa reaksi tersebut adalah NADP-specific glutamic acid dehidrogenase. Untuk mengaktifkan enzim tersebut diperlukan NADPH2.
Untuk mengubah glukosa menjadi senyawa dengan tiga atom dan dua atom karbon, disamping menggunakan jalur HMP (hexomonophosphat) juga menggunakan jalur EMP (embden meyerhoff-parnas). Lintasan HMP menghasilkan lebih banyak NADPH2 yang diperlukan untuk reaksi konversi asam α-ketoglutarat menjadi asam glutamat.
Fermentasi asam glutamat merupakan fermentasi aerobik, maka kekurangan oksigen selama proses fermentasi menyebabkan jalur EMP lebih dominan. Hasilnya adalah banyak dihasilkannya asam-asam organik lain, seperti asam laktat, akibatnya asam glutamat yang terakumulasi berkurang.
Fermentasi berlangsung selama 35-45 jam kemudian hasil fermentasi tersebut disentrifus untuk menghilangkan biomassa yang terbentuk dan bahan-bahan padat organik lainnya. Asam glutamat yang ada dalam larutan induk dipisahkan dengan resin, di mana asam glutamat akan tertahan di dalam resin.
Untuk mendapatkan MSG, resin yang sudah mengandung asam glutamat diregenerasi dengan larutan NaOH, dimana larutan yang telah digunakan untuk meregenerasi resin sudah mengandung MSG, selanjutnya untuk mendapatkan MSG yang putih, larutan ini didekolorisasi dengan karbon aktif. Pembentukan MSG secara kimia dapat dilihat dari reakasi berikut:
C5H9NO4 + NaOH C5H8NO4Na + H2O
(asam glutamat) (monosodium glutamat)
Larutan induk yang sudah didekolorisasi mengandung MSG dalam konsentrasi yang rendah, untuk menaikkan konsentrasi MSG dalam larutan, maka perlu dievaporasi, untuk mendapatkan kristal MSG dilakukan dengan penurunan suhu larutan induk dengan proses kristalisasi.
Regulasi
Mikroorganisme yang mampu menghasilkan asam glutamat langsung dari glukosa banyak tersebar di alam. Walaupun kapang, khamir dan Actinomyces dinyatakan mampu menghasilkan asam glutamat tapi hanya bakteri yang diketahui mampu menghasilkan asam glutamat lebih dari 40 persen dari glukosa, dengan konsentrasi glukosa dalam media lebih dari 10 persen.
Laboratorium perusahaan penghasil MSG (Monosodium glutamat) mengisolasi dan meneliti strain-strain bakteri penghasil asam glutamat dari lingkungan alam maupun mutannya. Skema teknik isolasi dan seleksi mikroorganisme penghasil asam glutamat dari tanah dapat dilihat pada bagan berikut ini.
Tanah
Air murni steril
Pembiakan di cawan
petri
Media:
Agar 15 g/l
Glukosa 10 g/l
Polipepton 5 g/l
Yeast extract 2.5 g/l
NaCl 1.2 g/l
pH diatur 7 dengan NaOH
Suhu inkubasi 300 C
Isolasi monokloni
Media : seperti di atas
Fermentasi di dalam
labu Kolben
Media:
Glukosa 25 g/l
KH2PO4 1 g/l
Mameno 0.3 g/l
Urea 2.5 g/l
MgSO4 0.4 g/l
FeSO4 0.01 g/l
MnSO4 200 g/l
Antifoam 0.02 g/l
pH diatur 7 dengan larutan NaOH
Suhu inkubasi 300 C
Uji Kromatografi
Lapis Tipis
Contoh tanah diambil kemudian dilarutkan dalam air murni steril, dikocok, dan disaring. Sejumlah filtrat yang diperoleh dimasukkan ke dalam cawan petri berisi media agar dengan teknik tuang maupun teknik penyapuan (spreading). Dalam hal ini teknik penyapuan mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan teknik tuang. Pertama, karena pada umumnya bakteri penghasil asam amino adalah aerobik maka teknik penyapuan pada permukaan memperbesar peluang tumbuhnya bakteri aerobik. Kedua, pada teknik penyapuan, bakteri tumbuh pada permukaan media sehingga memudahkan isolasi koloni.
Cawan petri diinkubasi pada suhu 300 C selama 20 jam. Kemudian dilakukan isolasi monokloni terhadap koloni bakteri yang sifat koloninya diduga merupakan bakteri penghasil asam glutamat. Koloni Brevibacterium flavum yang ditumbuhkan dari kultur murni dijadikan sebagai pembanding. Bentuk koloni dari Brevibacterium flavum adalah bulat, berwarna kuning, tidak berlendir, tepi koloni rata, elevasi cembung, dan tidak ada tanda-tanda spesifik lainnya. Koloni yang tumbuh dalam cawan petri yang mempunyai karakteristik seperti tersebut di atas kemudian diisolasikan dan dipindahkan ke media agar miring.
Teknik penggoresan yang dilakukan pada media agar miring adalah zig-zag. Dengan teknik ini diharapkan bakteri tumbuh dengan cepat dan banyak. Selanjutnya agar miring diinkubasi pada suhu 310 C selama 24 jam.
Bakteri yang tumbuh pada masing-masing agar miring kemudian dicoba digunakan pada fermentasi dalam labu Kolben, tujuannya yaitu untuk melihat kemungkinan bakteri tersebut menghasilkan asam glutamat.
Pengujian secara kualitatif terhadap adanya asam glutamat dilakukan dengan kromatografi lapis tipis (thin layer chromatography). Laju spesifik (Rf) spot dari sampel hasil fermentasi di dalam labu Kolben dibandingkan dengan spot asam glutamat standar.
Bila ditemukan bakteri penghasil asam glutamat maka kemudian dilakukan percobaan-percobaan dengan berbagai perlakuan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Sebagai contoh ialah percobaan teknik mutasi dan percobaan variasi media sehingga dihasilkan strain serta kondisi fermentasi yang optimal menghasilkan asam glutamat.
Sintesis asam amino menggunakan dua galur mikroba, yaitu stringent strain dan relaxed strain. Stringent strain adalah mikroba yangn berhenti membentuk asam amino apabila jumlah asam amino yang diproduksi sudah mencukupi kebutuhannya. Mikroba ini bersifat menghemat sumber-sumber makanan yang jumlahnya terbatas di alam. Sintesa asam amino dihambat karena terbentuknya senyawa Guanosin Tetra Phosphat dan Guanosin Penta Phosphat. Relaxed strain tidak membentuk kedua zat tersebut, sehingga dapat mensintesa asam amino dalam jumlah yang melebihi kebutuhannya.
Mikroba penghasil asam glutamat termasuk dalam relaxed strain. Hal ini disebabkan karena mikroba tersebut kekurangan enzim alpha–ketoglutarat dehidrogenase yang diperlukan untuk mengubah asam alpha-ketoglutarat menjadi suksinil-CoA dalm siklus Kreb. Dengan adanya NH3 yang diberikan selama fermentasi, asaam alpha-ketoglutarat diubah menjadi asam glutarat.
Fermentasi asam glutamat dapat dibedakan menjadi dua grup berdasarkan kelompok mikroba yang digunakan, yaitu fermentasi galur liar dan fermentasi galur mutan.
1. Galur Liar
Galur liar yang dapat memproduksi asam glutamat adalah Arthrobacter, Corynebacterium, Brevibacterium dan Microbacterium. Kebanyakan bakteri pembentuk asam glutamat adalah gram positif, non motil, tidak membentuk spora, dan yang terpenting adalah bakteri-bakteri tersebut semuanya membutuhkan biotin untuk pertumbuhannya, serta kekurangan enzim α-ketoglutarat dehidrogenase.Telah diketahui bahwa biotin mempunyai peranan dalam ekskresi asam glutamat. Asam glutamat banyak terakumulasi dalam media kultur bila konsentrasi biotin berada di bawah kondisi optimum yang diperlukan untuk pertumbuhan sel bakteri. Pemberian lebih banyak biotin akan meningkatkan pertumbuhan sel tetapi menurunkan akumulasi asam glutamat. Konsentrasi kritis biotin untuk ekskresi asam glutamat adalah 0.5 mikrogram per liter media.
Kekurangan biotin tidak berarti menyebabkan berkurangnya aktifitas sintesa asam glutamat, tetapi berkurangnya permeabilitas mebran sel. Kekurangan biotin menyebabkan perubahan komposisi membran sel yaitu menurunkan kandungan fosfolipid dan meningkatkan rasio molar dari asam lemak jenuh dan asama lemak tak jenuh menjadi lebih besar dari satu. Dalm hal ini biotin berperanan dalam sintesa asam lemak di dalam sel.
Biotin diperlukan dalam sintesa asam-asam lemak. Biotin dan ATP diperlukan oleh enzim asetil-CoA karboksilase dalam mengubah asetil-CoA menjadi malonil-CoA yang seterusnya menjadi asam-asam lemak. Peranan biotin dapat digantikan oleh asam oleat. Mutan yang memerlukan asam oleat dapat mengakumulasi asam glutamat bila ditumbuhkan pada media dengan kandungan asam oleat terbatas, walaupun kelebihan biotin.
Penambahan turunan asam lemak yaitu POEFE ( poly oxyethilene fatty acid ester) mempunyai efek yang sama dengan biotin dalam ekskresi asam glutamat, yaitu menyebabkan perubahan komposisi membran sel.
Penisilin juga menyebabkan ekskresi asam glutamat, namun dalam hal ini efek penisilin berbeda dengan biotin atau POEFE. Penisilin menghambat sintesa membran sel, sehingga membran sel tipis dan dapat mengekskresikan asam glutamat. Hal ini diikuti dengan perubahan bentuk sel menjadi lebih panjang atau lebih cembung.
Kerja POEFE tidak tergantung pada tekanan osmotik media, sedangkan penisilin hanya dapat mengekskresikan asam glutamat bila tekanan osmotik cukup rendah, sehingga penisilin tidak efektif digunakan dalam media dengan tekanan osmotik tinggi.
Penambahan asam lemak jenuh C16-18 menghambat sintesa asam oleat dengan cara menahan enzim asetil-CoA karboksilase. Penurunan asam oleat menghambat pembentukan fosfolipid, sehingga terjadi kebocoran sel.
Fermentasi dengan menggunakan galur liar memproduksi asam glutamat dalam jumlah sedikit, karena tergantung pada mekanisme pengaturan dalam jalur biosintesa. Galur liar Collobacterium coliform mengakumulasi 15 gram asam glutamat per liter media.
2. Galur Liar
Mutasi terhadap galur liar dimaksudkan untuk memperoleh galur yang memproduksi asam glutamat dalam jumlah yang tinggi, mempunyai toleransi besar terhadap perubahan kondisi, mempunyai kisaran pH dan suhu yang lebar serta tahan terhadap kadar gula tinggi.
Dua cara yang biasa digunakan untuk pengaturan biosintesa asam amino ialah feed back inhibition dan feed back repression. Mekanisme FBI dapat dijelaskan denagan teori protein alosterik dimana hasil metabolit akhir dari jalur biosintesa menghambat enzim sebelumnya. Enzim yang dihambat ini adalah protein alosterik yang mempunyai sisi aktif dan sisi regulatori pada permukaannya. Sisi regulatori dapat bereaksi dengan inhibitor dan menyebabkan perubahan bentuk (pengkerutan) protein alosterik serta mempengaruhi sisi aktif. Hal ini menyebabkan sisi aktif tidak dapat bereaksi dengan substrat dan enzim tidak aktif lagi. Dengan demikian, inhibisi menghambat kerja enzim.
Berbeda dengan inhibisi, represi menghambat pembentukan enzim. Dalam proses ini produk akhir mengontrol jumlah enzim dalam jalur biosintesa. Ada empat gen yang berperan dalam sintesa protein, yaitu RPOS (operon) yang terdiri dari R(gen represor), P (gen promotor), O (gen operator), dan S (gen struktural). Pembentukan enzim secara normal terjadi bila tidak ada korepresor yang bergabung dengan aporepresor dan menghalangi proses transkripsi. Korepresor biasanya produk akhir atau turunannya. Jika represor aktif menyerang pada gen O pada DNA, transkripsi atau transfer kode-kode genetik dari gen S kepada mRNA tidak terjadi.
Untuk memproduksi beberapa asam amino intermediat pada biosintesa asam amino, termasuk asam glutamat, dapat digunakan auksotrop dimana jalur biosintesa telah dihalangi, yaitu dengan membunuh mikroba pada media yang mengandung sedikit asam amino represor. Dengan demikian, mikroba masih tetap hidup dan terbebas dari FBI dan FBR. Mutan tersebut dikenal sebagi mutan auksotrop. Dalam fermentasi asam glutamat dikenal Brevibacterium thiogenitalis yang merupakan mutan auksotrop asam oleat dan Corynebacterium alcanolyticum, suatu mutan auksotrop gliserol.
Asam glutamat merupakan asam amino yang banyak diproduksi (4 juta ton/tahun). Glutamat sendiri adalah salah satu jenis asam amino non-essensial yang merupakan substansi dasar penyusun protein dan bisa diproduksi sendiri oleh tubuh kita untuk keperluan metabolisme serta ditemukan hampir di dalam setiap makanan yang mengandung protein. Beberapa jenis makanan yang mengandung glutamat dari alam adalah tomat, keju, saos soja, saos ikan, dan bahkan juga terdapat di air susu ibu (ASI). Asam glutamat biasanya digunakan pada produksi MSG.
MSG pertama kali dipatenkan oleh perusahan yang berkedudukan di Jepang, Ajinomoto. Dengan pasokannya yang sekitar 30% dari seluruh MSG di dunia, Ajinomoto telah mendominasi pasar sejak ditemukannya bahan aditif sintesis ini.
Dalam bentuk aslinya MSG berupa serbuk putih yang mengkristal dan jika dilarutkan dalam air, akan terurai menjadi ion Sodium (dikenal juga dengan nama Natrium) serta ion Glutamat. MSG menjadi semakin favorit karna tidak berwarna, berbentuk kristal, dan mudah dalam penggunaan serta dalam penyimpanannya. Satu-satunya yang dipengaruhi oleh MSG adalah rasa dalam makanan tersebut. MSG tidak membuat kualitas makanan jelek menjadi lebih baik atau tidak membuat makanan menjadi lebih awet, tapi MSG membuat makanan menjadi lebih enak.
Pada Abad 21 teknik pembuatan MSG mulai beragam. Menurut "The Encyclopedia of Common Natural Ingredients" MSG bisa diproduksi dengan menggunakan proses klasik (proses ekstraksi), teknik hidrolisis protein, sintesis kimia, dan fermentasi oleh mikroba. Dalam makalah ini hanya teknik fermentasi yang akan dibahas lebih lanjut.
Fermentasi
Medium yang digunakan dapat berupa bahan mentah terutama yang mengandung karbon (C): glukosa, fruktosa, maltosa, sukrosa, xilosa, dan asam asetat serta sumber nitrogen (N): garam ammonium, ammonia (NH3). Selain sumber C dan N juga diperlukan biotin dalam medium yang merupakan faktor pembatas, tergantung sumber C yang digunakan. Contoh medium yang sering digunakan adalah molase atau tetes tebu.
Mikroba yang dapat melakukan fermentasi asam glutamate adalah bakteri gram positif nonmotile yang membutuhkan biotin untuk tumbuh dalam jumlah sedikit atau aktivitas α-ketoglutarate dehydrogenase dan aktivitas glutamate dehydrogenase yang tinggi seperti Micrococcus glutamicus, Bacillus circulans, Bacillus megaterium, Corynebacterium, Brevibacterium, Microbacterium, Arthrobacter.
Perubahan permeabilitas dapat meningkatkan produksi asam glutamat oleh Micrococcus, Corynebacterium, Brevibacterium, dan Microbacterium. Kunci dari over produksi glutamat adalah karena spesies tersebut tidak mempunyai enzim α-ketoglutarat dehidrogenase yang memecah α-ketoglutarat menjadi suksinil-CoA, dan membutuhkan biotin (tidak dapat mensintesis biotin).
Jika ditumbuhkan pada glukosa, spesies ini dapat memproduksi glutamat, terkumpul di dalam sel sampai 50 mg/g berat kering, dan karena adanya regulasi umpan balik, produksi glutamat dapat berhenti. Jika permeabilitas sel dinaikkan, glutamat menjadi lebih mudah dikeluarkan dari sel, mengakibatkan konsentrasi glutamat di dalam sel tetap rendah, dan produksi glutamat terus berlangsung.
Perubahan permeabilitas dapat dilakukan dengan cara:
1. Penggunaan biotin yang terbatas ( konsentrasi sangat rendah, biasanya 9-5 mg/L
2. Penambahan Penicillin atau turunan asam lemak.
Konsentrasi biotin yang rendah dan penambahan Penicillin atau turunan asam lemak akan menurunkan konsentrasi fosfolipid di dalam membran sehingga permeabilitas membran berubah.
Fermentasi berlangsung dalam kondisi yang aerobik sehingga membutuhkan sistem aerasi. Reaksi yang terjadi selama fermentasi adalah sebagai berikut:
C6H12O6 + NH3 + 1,5 O2 C4H9O4N + CO2 + 3 H2O
(glukosa) (asam glutamat)
3 C2H4O2 + NH3 + 1,5 O2 C4H9O4N + CO2 + 3 H2O
(asetat) (asam glutamat)
Lintasan atau jalur biosintesa asam glutamat perlu dipelajari untuk pengenalan sifat-sifat mikroba dan kondisi fermentasi optimum sehingga yield yang diperoleh lebih banyak.
Pembentukan asam glutamat dari glukosa membutuhkan sekurang-kurangnya 16 tahap reaksi enzimatis. Asam alpha-ketoglutarat diubah menjadi asam glutamat melalui reaksi reduktif aminasi (penambahan NH3). Enzim yang mengkatalisa reaksi tersebut adalah NADP-specific glutamic acid dehidrogenase. Untuk mengaktifkan enzim tersebut diperlukan NADPH2.
Untuk mengubah glukosa menjadi senyawa dengan tiga atom dan dua atom karbon, disamping menggunakan jalur HMP (hexomonophosphat) juga menggunakan jalur EMP (embden meyerhoff-parnas). Lintasan HMP menghasilkan lebih banyak NADPH2 yang diperlukan untuk reaksi konversi asam α-ketoglutarat menjadi asam glutamat.
Fermentasi asam glutamat merupakan fermentasi aerobik, maka kekurangan oksigen selama proses fermentasi menyebabkan jalur EMP lebih dominan. Hasilnya adalah banyak dihasilkannya asam-asam organik lain, seperti asam laktat, akibatnya asam glutamat yang terakumulasi berkurang.
Fermentasi berlangsung selama 35-45 jam kemudian hasil fermentasi tersebut disentrifus untuk menghilangkan biomassa yang terbentuk dan bahan-bahan padat organik lainnya. Asam glutamat yang ada dalam larutan induk dipisahkan dengan resin, di mana asam glutamat akan tertahan di dalam resin.
Untuk mendapatkan MSG, resin yang sudah mengandung asam glutamat diregenerasi dengan larutan NaOH, dimana larutan yang telah digunakan untuk meregenerasi resin sudah mengandung MSG, selanjutnya untuk mendapatkan MSG yang putih, larutan ini didekolorisasi dengan karbon aktif. Pembentukan MSG secara kimia dapat dilihat dari reakasi berikut:
C5H9NO4 + NaOH C5H8NO4Na + H2O
(asam glutamat) (monosodium glutamat)
Larutan induk yang sudah didekolorisasi mengandung MSG dalam konsentrasi yang rendah, untuk menaikkan konsentrasi MSG dalam larutan, maka perlu dievaporasi, untuk mendapatkan kristal MSG dilakukan dengan penurunan suhu larutan induk dengan proses kristalisasi.
Regulasi
Mikroorganisme yang mampu menghasilkan asam glutamat langsung dari glukosa banyak tersebar di alam. Walaupun kapang, khamir dan Actinomyces dinyatakan mampu menghasilkan asam glutamat tapi hanya bakteri yang diketahui mampu menghasilkan asam glutamat lebih dari 40 persen dari glukosa, dengan konsentrasi glukosa dalam media lebih dari 10 persen.
Laboratorium perusahaan penghasil MSG (Monosodium glutamat) mengisolasi dan meneliti strain-strain bakteri penghasil asam glutamat dari lingkungan alam maupun mutannya. Skema teknik isolasi dan seleksi mikroorganisme penghasil asam glutamat dari tanah dapat dilihat pada bagan berikut ini.
Tanah
Air murni steril
Pembiakan di cawan
petri
Media:
Agar 15 g/l
Glukosa 10 g/l
Polipepton 5 g/l
Yeast extract 2.5 g/l
NaCl 1.2 g/l
pH diatur 7 dengan NaOH
Suhu inkubasi 300 C
Isolasi monokloni
Media : seperti di atas
Fermentasi di dalam
labu Kolben
Media:
Glukosa 25 g/l
KH2PO4 1 g/l
Mameno 0.3 g/l
Urea 2.5 g/l
MgSO4 0.4 g/l
FeSO4 0.01 g/l
MnSO4 200 g/l
Antifoam 0.02 g/l
pH diatur 7 dengan larutan NaOH
Suhu inkubasi 300 C
Uji Kromatografi
Lapis Tipis
Contoh tanah diambil kemudian dilarutkan dalam air murni steril, dikocok, dan disaring. Sejumlah filtrat yang diperoleh dimasukkan ke dalam cawan petri berisi media agar dengan teknik tuang maupun teknik penyapuan (spreading). Dalam hal ini teknik penyapuan mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan teknik tuang. Pertama, karena pada umumnya bakteri penghasil asam amino adalah aerobik maka teknik penyapuan pada permukaan memperbesar peluang tumbuhnya bakteri aerobik. Kedua, pada teknik penyapuan, bakteri tumbuh pada permukaan media sehingga memudahkan isolasi koloni.
Cawan petri diinkubasi pada suhu 300 C selama 20 jam. Kemudian dilakukan isolasi monokloni terhadap koloni bakteri yang sifat koloninya diduga merupakan bakteri penghasil asam glutamat. Koloni Brevibacterium flavum yang ditumbuhkan dari kultur murni dijadikan sebagai pembanding. Bentuk koloni dari Brevibacterium flavum adalah bulat, berwarna kuning, tidak berlendir, tepi koloni rata, elevasi cembung, dan tidak ada tanda-tanda spesifik lainnya. Koloni yang tumbuh dalam cawan petri yang mempunyai karakteristik seperti tersebut di atas kemudian diisolasikan dan dipindahkan ke media agar miring.
Teknik penggoresan yang dilakukan pada media agar miring adalah zig-zag. Dengan teknik ini diharapkan bakteri tumbuh dengan cepat dan banyak. Selanjutnya agar miring diinkubasi pada suhu 310 C selama 24 jam.
Bakteri yang tumbuh pada masing-masing agar miring kemudian dicoba digunakan pada fermentasi dalam labu Kolben, tujuannya yaitu untuk melihat kemungkinan bakteri tersebut menghasilkan asam glutamat.
Pengujian secara kualitatif terhadap adanya asam glutamat dilakukan dengan kromatografi lapis tipis (thin layer chromatography). Laju spesifik (Rf) spot dari sampel hasil fermentasi di dalam labu Kolben dibandingkan dengan spot asam glutamat standar.
Bila ditemukan bakteri penghasil asam glutamat maka kemudian dilakukan percobaan-percobaan dengan berbagai perlakuan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Sebagai contoh ialah percobaan teknik mutasi dan percobaan variasi media sehingga dihasilkan strain serta kondisi fermentasi yang optimal menghasilkan asam glutamat.
Sintesis asam amino menggunakan dua galur mikroba, yaitu stringent strain dan relaxed strain. Stringent strain adalah mikroba yangn berhenti membentuk asam amino apabila jumlah asam amino yang diproduksi sudah mencukupi kebutuhannya. Mikroba ini bersifat menghemat sumber-sumber makanan yang jumlahnya terbatas di alam. Sintesa asam amino dihambat karena terbentuknya senyawa Guanosin Tetra Phosphat dan Guanosin Penta Phosphat. Relaxed strain tidak membentuk kedua zat tersebut, sehingga dapat mensintesa asam amino dalam jumlah yang melebihi kebutuhannya.
Mikroba penghasil asam glutamat termasuk dalam relaxed strain. Hal ini disebabkan karena mikroba tersebut kekurangan enzim alpha–ketoglutarat dehidrogenase yang diperlukan untuk mengubah asam alpha-ketoglutarat menjadi suksinil-CoA dalm siklus Kreb. Dengan adanya NH3 yang diberikan selama fermentasi, asaam alpha-ketoglutarat diubah menjadi asam glutarat.
Fermentasi asam glutamat dapat dibedakan menjadi dua grup berdasarkan kelompok mikroba yang digunakan, yaitu fermentasi galur liar dan fermentasi galur mutan.
1. Galur Liar
Galur liar yang dapat memproduksi asam glutamat adalah Arthrobacter, Corynebacterium, Brevibacterium dan Microbacterium. Kebanyakan bakteri pembentuk asam glutamat adalah gram positif, non motil, tidak membentuk spora, dan yang terpenting adalah bakteri-bakteri tersebut semuanya membutuhkan biotin untuk pertumbuhannya, serta kekurangan enzim α-ketoglutarat dehidrogenase.Telah diketahui bahwa biotin mempunyai peranan dalam ekskresi asam glutamat. Asam glutamat banyak terakumulasi dalam media kultur bila konsentrasi biotin berada di bawah kondisi optimum yang diperlukan untuk pertumbuhan sel bakteri. Pemberian lebih banyak biotin akan meningkatkan pertumbuhan sel tetapi menurunkan akumulasi asam glutamat. Konsentrasi kritis biotin untuk ekskresi asam glutamat adalah 0.5 mikrogram per liter media.
Kekurangan biotin tidak berarti menyebabkan berkurangnya aktifitas sintesa asam glutamat, tetapi berkurangnya permeabilitas mebran sel. Kekurangan biotin menyebabkan perubahan komposisi membran sel yaitu menurunkan kandungan fosfolipid dan meningkatkan rasio molar dari asam lemak jenuh dan asama lemak tak jenuh menjadi lebih besar dari satu. Dalm hal ini biotin berperanan dalam sintesa asam lemak di dalam sel.
Biotin diperlukan dalam sintesa asam-asam lemak. Biotin dan ATP diperlukan oleh enzim asetil-CoA karboksilase dalam mengubah asetil-CoA menjadi malonil-CoA yang seterusnya menjadi asam-asam lemak. Peranan biotin dapat digantikan oleh asam oleat. Mutan yang memerlukan asam oleat dapat mengakumulasi asam glutamat bila ditumbuhkan pada media dengan kandungan asam oleat terbatas, walaupun kelebihan biotin.
Penambahan turunan asam lemak yaitu POEFE ( poly oxyethilene fatty acid ester) mempunyai efek yang sama dengan biotin dalam ekskresi asam glutamat, yaitu menyebabkan perubahan komposisi membran sel.
Penisilin juga menyebabkan ekskresi asam glutamat, namun dalam hal ini efek penisilin berbeda dengan biotin atau POEFE. Penisilin menghambat sintesa membran sel, sehingga membran sel tipis dan dapat mengekskresikan asam glutamat. Hal ini diikuti dengan perubahan bentuk sel menjadi lebih panjang atau lebih cembung.
Kerja POEFE tidak tergantung pada tekanan osmotik media, sedangkan penisilin hanya dapat mengekskresikan asam glutamat bila tekanan osmotik cukup rendah, sehingga penisilin tidak efektif digunakan dalam media dengan tekanan osmotik tinggi.
Penambahan asam lemak jenuh C16-18 menghambat sintesa asam oleat dengan cara menahan enzim asetil-CoA karboksilase. Penurunan asam oleat menghambat pembentukan fosfolipid, sehingga terjadi kebocoran sel.
Fermentasi dengan menggunakan galur liar memproduksi asam glutamat dalam jumlah sedikit, karena tergantung pada mekanisme pengaturan dalam jalur biosintesa. Galur liar Collobacterium coliform mengakumulasi 15 gram asam glutamat per liter media.
2. Galur Liar
Mutasi terhadap galur liar dimaksudkan untuk memperoleh galur yang memproduksi asam glutamat dalam jumlah yang tinggi, mempunyai toleransi besar terhadap perubahan kondisi, mempunyai kisaran pH dan suhu yang lebar serta tahan terhadap kadar gula tinggi.
Dua cara yang biasa digunakan untuk pengaturan biosintesa asam amino ialah feed back inhibition dan feed back repression. Mekanisme FBI dapat dijelaskan denagan teori protein alosterik dimana hasil metabolit akhir dari jalur biosintesa menghambat enzim sebelumnya. Enzim yang dihambat ini adalah protein alosterik yang mempunyai sisi aktif dan sisi regulatori pada permukaannya. Sisi regulatori dapat bereaksi dengan inhibitor dan menyebabkan perubahan bentuk (pengkerutan) protein alosterik serta mempengaruhi sisi aktif. Hal ini menyebabkan sisi aktif tidak dapat bereaksi dengan substrat dan enzim tidak aktif lagi. Dengan demikian, inhibisi menghambat kerja enzim.
Berbeda dengan inhibisi, represi menghambat pembentukan enzim. Dalam proses ini produk akhir mengontrol jumlah enzim dalam jalur biosintesa. Ada empat gen yang berperan dalam sintesa protein, yaitu RPOS (operon) yang terdiri dari R(gen represor), P (gen promotor), O (gen operator), dan S (gen struktural). Pembentukan enzim secara normal terjadi bila tidak ada korepresor yang bergabung dengan aporepresor dan menghalangi proses transkripsi. Korepresor biasanya produk akhir atau turunannya. Jika represor aktif menyerang pada gen O pada DNA, transkripsi atau transfer kode-kode genetik dari gen S kepada mRNA tidak terjadi.
Untuk memproduksi beberapa asam amino intermediat pada biosintesa asam amino, termasuk asam glutamat, dapat digunakan auksotrop dimana jalur biosintesa telah dihalangi, yaitu dengan membunuh mikroba pada media yang mengandung sedikit asam amino represor. Dengan demikian, mikroba masih tetap hidup dan terbebas dari FBI dan FBR. Mutan tersebut dikenal sebagi mutan auksotrop. Dalam fermentasi asam glutamat dikenal Brevibacterium thiogenitalis yang merupakan mutan auksotrop asam oleat dan Corynebacterium alcanolyticum, suatu mutan auksotrop gliserol.
Sabtu, Desember 13, 2008
Kinerja dan Penilaian Kinerja
Kinerja dan Penilaian Kinerja
Kinerja adalah hasil dari proses pekinerjaan tertentu secara terencana pada waktu dan tempat dari karyawan serta organisasi bersangkutan (Mangkuprawira dan Vitalaya, 2007). Adapun kinerja menurut Mangkunegara merupakan hasil kinerja secara kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan,dimana karyawan yang diempatkan sesuai dengan keahliannya akan lebih mudah untuk mencapai kinerja yang diharapakn dan faktor motivasi, dimana motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja dan motivasi sebagai kondisi terarah untuk mencapai tujuan kerja atau organisasi.
Simamora (1997) mendefinisikan penilaian kinerja sebagai alat yang berfaedah tidak hanya untuk mengevaluasi kinerja dari para karyawan, tetapi juga untuk mengembangkan dan memotivasi karyawan. Pada intinya, penilain kinerja dapat digunakan untuk memverifikasi bahwa karyawan telah memenuhi standar kinerja yang telah ditetapkan. Penilaian kinerja juga bisa didefinisikan sebagai prosedur apa saja yang meliputi: penetapan standar kinerja, penilaian kinerja karyawan dalam hubungan dengan standar-standar ini, memberi umpan balik kepada karyawan dengan tujuan memotivasi orsng tersebut untuk menghilangkan kemerosotan kinerja atau terus berkinerja lebih tinggi lagi (Dessler, 1997)
Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja
Menurut Simamora (1997), terdapat beberapa tujuan penting dari program penilaian kinerja, yaitu :
1. Tujuan Evaluasi
Hasil-hasil penilaian kinerja sering digunakan sebagai dasar evaluasi rutin terhadap kinerja anggota-anggota organisasi.
a. Penilaian kinerja dan Telaah Gaji
b. Penilaian kinerja dan Kesempatan Promosi
2. Tujuan Pengembangan
Informasi yang dihasilkan oleh sistem penilaian dapat digunakan untuk memudahkan pengembangan pribadi anggota organisasi
a. Mengukuhkan dan Menopang Kinerja
b. Meningkatkan Kinerja
c. Menentukan Tujuan dan Progresi Karir
d. Menetukan Kebutuhan-kebutuhan Pelatihan
e. Proses yang Terkoordinir
f. Verifikasi Sikap terhadap Penilaian
Menurut Lynch dan Cross dalam Yuwono, et. Al. (2002), manfaat penilaian kinerja yang baik adalah :
1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga membawa perusahaan lebih dekat dengan pelanggannya dan membuat semua orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan.
2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai pelanggan dan pemasok internal.
3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut.
4. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkret sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi.
5. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi reward atas perilaku yang diharapkan tersebut.
Metode Evaluasi kinerja 360°
Berdasarkan metode ini, penilaian seorang karyawan tidak saja diambil dari penilaian atasan langsung ataupun atasan kedua di atasnya, akan tetapi penilaian juga dimintakan dari rekan sekerja yang satu level maupun dari bawahan langsung yang bersangkutan. Namun kontribusi atau persentase penilaian terbesar tetap berasal dari atasan langsung dan atasan kedua di atasnya.
Sistem evaluasi kinerja 360° terdiri dari 4 elemen:
1. Penilaian ke atas (Upward Appraisal)
Penialain yang dilakukan bawahan terhadap hasil dan pencapaian atasannya.
2. Penilaian mengarah ke bawah (Downward Appraisal)
Format penialaian tradisional dimana atasan menilai bawahan.
3. Penilaian setara (Peer Appraisal)
Penilaian yang diberikan kepada seorang karyawan diberikan oleh rekan sekerjanya.
4. Penilaian oleh diri sendiri (Self Appraisal)
Penialain yang diberikan oleh pribadi tiap karyawan mengenai hasil pencapaian sekarang dan rencana jangka panjang.
Tujuan dan Manfaat Metode Evaluasi Kinerja 360°
Sistem evaluasi kinerja diharapkan mampu memeberikan solusi atas penilaian top down yang dianggap tidak adil dan subjektif dari susut pandang atassan. Konsep ini biasanya diaplikasikan untuk penentuan gaji dan promosi, serta menggambarkan bagaimana karyawan mengemangkan kemmapuan dan keterampilannya.
Kelebihan Sistem Evaluasi Kinerja 360°
Adapun kelebihan dari sistem ini adalah:
1. Merupakan metode yang praktis yang mampu memberikan penilaian mengenai komunikasi dan kualitas humanistic yang sulit diukur menggunakan standar pengukuran lain
2. Lebih objektif dan mengurangi bias daripada model evaluasi satu arah
3. Menyertakan semua komponen untuk memberikan evaluasi
4. Mempermudah proses identifikasi kekuatan dalam rangka pengembangan kemampuan lebih lanjut
5. Membantu proses pembangunan tim
Kekurangan Sistem Evaluasi Kinerja 360°
Adapun kekurangan dari sistem ini adalah:
1. Terdapat kemungkinan bahwa instrument yang digunakan tidak valid
2. Sistem isian bebas dapat menimbulkan komentar evaluasi negative yang bisa mempengaruhi proses evaluasi secara utuh
3. Penilaian mungkin tidak objektif jika rekan kinerja merasa takut untuk dikenali komentar evaluasinya
4. Menghabiskan lebih banyak waktu
Faktor-faktor Sistem Evaluasi Kinerja 360°
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam menyusun rancang bangun sistem ini adalah :
1. Sistem yang disusun harus valid, mudah untuk diadministrasikan, mudah dipahami dan diinterpretassi
2. Umpan balik dari evaluasi harus menyamarkan nara sumber
3. Semua komponen penilai harus dijlankan termasuk diberikan pemahaman mengenai sistem yang akan dijalankan termasuk proses pengolahan data dan pihak berwenang
4. Sistem hanya digunakan untuk tujuan pengembangan, bukan penilaian manajemen
Kinerja adalah hasil dari proses pekinerjaan tertentu secara terencana pada waktu dan tempat dari karyawan serta organisasi bersangkutan (Mangkuprawira dan Vitalaya, 2007). Adapun kinerja menurut Mangkunegara merupakan hasil kinerja secara kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan,dimana karyawan yang diempatkan sesuai dengan keahliannya akan lebih mudah untuk mencapai kinerja yang diharapakn dan faktor motivasi, dimana motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja dan motivasi sebagai kondisi terarah untuk mencapai tujuan kerja atau organisasi.
Simamora (1997) mendefinisikan penilaian kinerja sebagai alat yang berfaedah tidak hanya untuk mengevaluasi kinerja dari para karyawan, tetapi juga untuk mengembangkan dan memotivasi karyawan. Pada intinya, penilain kinerja dapat digunakan untuk memverifikasi bahwa karyawan telah memenuhi standar kinerja yang telah ditetapkan. Penilaian kinerja juga bisa didefinisikan sebagai prosedur apa saja yang meliputi: penetapan standar kinerja, penilaian kinerja karyawan dalam hubungan dengan standar-standar ini, memberi umpan balik kepada karyawan dengan tujuan memotivasi orsng tersebut untuk menghilangkan kemerosotan kinerja atau terus berkinerja lebih tinggi lagi (Dessler, 1997)
Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja
Menurut Simamora (1997), terdapat beberapa tujuan penting dari program penilaian kinerja, yaitu :
1. Tujuan Evaluasi
Hasil-hasil penilaian kinerja sering digunakan sebagai dasar evaluasi rutin terhadap kinerja anggota-anggota organisasi.
a. Penilaian kinerja dan Telaah Gaji
b. Penilaian kinerja dan Kesempatan Promosi
2. Tujuan Pengembangan
Informasi yang dihasilkan oleh sistem penilaian dapat digunakan untuk memudahkan pengembangan pribadi anggota organisasi
a. Mengukuhkan dan Menopang Kinerja
b. Meningkatkan Kinerja
c. Menentukan Tujuan dan Progresi Karir
d. Menetukan Kebutuhan-kebutuhan Pelatihan
e. Proses yang Terkoordinir
f. Verifikasi Sikap terhadap Penilaian
Menurut Lynch dan Cross dalam Yuwono, et. Al. (2002), manfaat penilaian kinerja yang baik adalah :
1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga membawa perusahaan lebih dekat dengan pelanggannya dan membuat semua orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan.
2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai pelanggan dan pemasok internal.
3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut.
4. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkret sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi.
5. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi reward atas perilaku yang diharapkan tersebut.
Metode Evaluasi kinerja 360°
Berdasarkan metode ini, penilaian seorang karyawan tidak saja diambil dari penilaian atasan langsung ataupun atasan kedua di atasnya, akan tetapi penilaian juga dimintakan dari rekan sekerja yang satu level maupun dari bawahan langsung yang bersangkutan. Namun kontribusi atau persentase penilaian terbesar tetap berasal dari atasan langsung dan atasan kedua di atasnya.
Sistem evaluasi kinerja 360° terdiri dari 4 elemen:
1. Penilaian ke atas (Upward Appraisal)
Penialain yang dilakukan bawahan terhadap hasil dan pencapaian atasannya.
2. Penilaian mengarah ke bawah (Downward Appraisal)
Format penialaian tradisional dimana atasan menilai bawahan.
3. Penilaian setara (Peer Appraisal)
Penilaian yang diberikan kepada seorang karyawan diberikan oleh rekan sekerjanya.
4. Penilaian oleh diri sendiri (Self Appraisal)
Penialain yang diberikan oleh pribadi tiap karyawan mengenai hasil pencapaian sekarang dan rencana jangka panjang.
Tujuan dan Manfaat Metode Evaluasi Kinerja 360°
Sistem evaluasi kinerja diharapkan mampu memeberikan solusi atas penilaian top down yang dianggap tidak adil dan subjektif dari susut pandang atassan. Konsep ini biasanya diaplikasikan untuk penentuan gaji dan promosi, serta menggambarkan bagaimana karyawan mengemangkan kemmapuan dan keterampilannya.
Kelebihan Sistem Evaluasi Kinerja 360°
Adapun kelebihan dari sistem ini adalah:
1. Merupakan metode yang praktis yang mampu memberikan penilaian mengenai komunikasi dan kualitas humanistic yang sulit diukur menggunakan standar pengukuran lain
2. Lebih objektif dan mengurangi bias daripada model evaluasi satu arah
3. Menyertakan semua komponen untuk memberikan evaluasi
4. Mempermudah proses identifikasi kekuatan dalam rangka pengembangan kemampuan lebih lanjut
5. Membantu proses pembangunan tim
Kekurangan Sistem Evaluasi Kinerja 360°
Adapun kekurangan dari sistem ini adalah:
1. Terdapat kemungkinan bahwa instrument yang digunakan tidak valid
2. Sistem isian bebas dapat menimbulkan komentar evaluasi negative yang bisa mempengaruhi proses evaluasi secara utuh
3. Penilaian mungkin tidak objektif jika rekan kinerja merasa takut untuk dikenali komentar evaluasinya
4. Menghabiskan lebih banyak waktu
Faktor-faktor Sistem Evaluasi Kinerja 360°
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam menyusun rancang bangun sistem ini adalah :
1. Sistem yang disusun harus valid, mudah untuk diadministrasikan, mudah dipahami dan diinterpretassi
2. Umpan balik dari evaluasi harus menyamarkan nara sumber
3. Semua komponen penilai harus dijlankan termasuk diberikan pemahaman mengenai sistem yang akan dijalankan termasuk proses pengolahan data dan pihak berwenang
4. Sistem hanya digunakan untuk tujuan pengembangan, bukan penilaian manajemen
Apakah MSG Bahaya ?
Tulisan saya ini dimuat berdasarkan kunjungan langsung ke salah satu perusahaan produsen MSG di Indonesia yang juga merupakan produsen MSG terkemuka di Asia bahkan di dunia.
MSG sebenarnya diproduksi dari asam glutamat. Asam glutamat diproduksi dari hasil fermentasi bakteri tertentu.
Mikroorganisme yang mampu menghasilkan asam glutamat langsung dari glukosa banyak tersebar di alam. Walaupun kapang, khamir dan Actinomyces dinyatakan mampu menghasilkan asam glutamat tapi hanya bakteri yang diketahui mampu menghasilkan asam glutamat lebih dari 40 persen dari glukosa, dengan konsentrasi glukosa dalam media lebih dari 10 persen.
Berdasarkan tahap fermentasi yang ditempuh untuk menghasilkan asam glutamat dikenal istilah fermentasi dua tingkat (two stage fermentation) dan fermentasi langsung (direct fermentation).
Fermentasi dua tingkat yang sering diperhatikan adalah fermentasi yang menghasilkan asam α-ketoglutarat dan kemudian diubah menjadi asam glutamat. Beberapa spesies bakteri yang menghasilkan asam α-ketoglutarat di antaranya Pseudomonas fluorescens, Bacterium ketoglutaricum, Proteus sp. Dan beberapa Coliform serta Kluyvera citrophila.
Meskipun fermentasi dua tingkat dapat menghasilkan asam glutamat dalam jumlah cukup tinggi, teknik produksi asam glutamat yang praktis dan umum diaplikasikan di industri adalah fermentasi langsung. Beberapa fungi dapat digunakan tetapi hasilnya rendah.
Produksi asam glutamat langsung dari gula dan nitrogen anorganik dapat menggunakan bakteri. Kinoshita et.al. (1957) menemukan pertama kali bakteri penghasil asam glutamat Micrococcus glutamicus. Asahi et.al. melaporkan bahwa Streptomyces mempunyai kemampuan mengakumulasikan asam glutamat.
Genera Bacillus dan Micrococcus merupakan penghasil asam glutamat terbaik, di antaranya Bacillus circulans dan Bacillus megaterium. Akumulasi asam glutamat oleh spesies dari Brevibacterium juga dilaporkan mampu menghasilkan rendemen cukup tinggi di samping strain-strain dari Corinebacterium.
Contoh tanah diambil kemudian dilarutkan dalam air murni steril, dikocok, dan disaring. Sejumlah filtrat yang diperoleh dimasukkan ke dalam cawan petri berisi media agar dengan teknik tuang maupun teknik penyapuan (spreading). Dalam hal ini teknik penyapuan mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan teknik tuang. Pertama, karena pada umumnya bakteri penghasil asam amino adalah aerobik maka teknik penyapuan pada permukaan memperbesar peluang tumbuhnya bakteri aerobik. Kedua, pada teknik penyapuan, bakteri tumbuh pada permukaan media sehingga memudahkan isolasi koloni.
Cawan petri diinkubasi pada suhu 300 C selama 20 jam. Kemudian dilakukan isolasi monokloni terhadap koloni bakteri yang sifat koloninya diduga merupakan bakteri penghasil asam glutamat. Koloni Brevibacterium flavum yang ditumbuhkan dari kultur murni dijadikan sebagai pembanding.
Bentuk koloni dari Brevibacterium flavum adalah bulat, berwarna kuning, tidak berlendir, tepi koloni rata, elevasi cembung, dan tidak ada tanda-tanda spesifik lainnya. Koloni yang tumbuh dalam cawan petri yang mempunyai karakteristik seperti tersebut di atas kemudian diisolasikan dan dipindahkan ke media agar miring.
Teknik penggoresan yang dilakukan pada media agar miring adalah zig-zag. Dengan teknik ini diharapkan bakteri tumbuh dengan cepat dan banyak. Selanjutnya agar miring diinkubasi pada suhu 310 C selama 24 jam.
Bakteri yang tumbuh pada masing-masing agar miring kemudian dicoba digunakan pada fermentasi dalam labu Kolben, tujuannya yaitu untuk melihat kemungkinan bakteri tersebut menghasilkan asam glutamat.
Pengujian secara kualitatif terhadap adanya asam glutamat dilakukan dengan kromatografi lapis tipis (thin layer chromatography). Laju spesifik (Rf) spot dari sampel hasil fermentasi di dalam labu Kolben dibandingkan dengan spot asam glutamat standar.
Bila ditemukan bakteri penghasil asam glutamat maka kemudian dilakukan percobaan-percobaan dengan berbagai perlakuan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Sebagai contoh ialah percobaan teknik mutasi dan percobaan variasi media sehingga dihasilkan strain serta kondisi fermentasi yang optimal menghasilkan asam glutamat.
Thanks for your attention...
Gbu...
MSG sebenarnya diproduksi dari asam glutamat. Asam glutamat diproduksi dari hasil fermentasi bakteri tertentu.
Mikroorganisme yang mampu menghasilkan asam glutamat langsung dari glukosa banyak tersebar di alam. Walaupun kapang, khamir dan Actinomyces dinyatakan mampu menghasilkan asam glutamat tapi hanya bakteri yang diketahui mampu menghasilkan asam glutamat lebih dari 40 persen dari glukosa, dengan konsentrasi glukosa dalam media lebih dari 10 persen.
Berdasarkan tahap fermentasi yang ditempuh untuk menghasilkan asam glutamat dikenal istilah fermentasi dua tingkat (two stage fermentation) dan fermentasi langsung (direct fermentation).
Fermentasi dua tingkat yang sering diperhatikan adalah fermentasi yang menghasilkan asam α-ketoglutarat dan kemudian diubah menjadi asam glutamat. Beberapa spesies bakteri yang menghasilkan asam α-ketoglutarat di antaranya Pseudomonas fluorescens, Bacterium ketoglutaricum, Proteus sp. Dan beberapa Coliform serta Kluyvera citrophila.
Meskipun fermentasi dua tingkat dapat menghasilkan asam glutamat dalam jumlah cukup tinggi, teknik produksi asam glutamat yang praktis dan umum diaplikasikan di industri adalah fermentasi langsung. Beberapa fungi dapat digunakan tetapi hasilnya rendah.
Produksi asam glutamat langsung dari gula dan nitrogen anorganik dapat menggunakan bakteri. Kinoshita et.al. (1957) menemukan pertama kali bakteri penghasil asam glutamat Micrococcus glutamicus. Asahi et.al. melaporkan bahwa Streptomyces mempunyai kemampuan mengakumulasikan asam glutamat.
Genera Bacillus dan Micrococcus merupakan penghasil asam glutamat terbaik, di antaranya Bacillus circulans dan Bacillus megaterium. Akumulasi asam glutamat oleh spesies dari Brevibacterium juga dilaporkan mampu menghasilkan rendemen cukup tinggi di samping strain-strain dari Corinebacterium.
Contoh tanah diambil kemudian dilarutkan dalam air murni steril, dikocok, dan disaring. Sejumlah filtrat yang diperoleh dimasukkan ke dalam cawan petri berisi media agar dengan teknik tuang maupun teknik penyapuan (spreading). Dalam hal ini teknik penyapuan mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan teknik tuang. Pertama, karena pada umumnya bakteri penghasil asam amino adalah aerobik maka teknik penyapuan pada permukaan memperbesar peluang tumbuhnya bakteri aerobik. Kedua, pada teknik penyapuan, bakteri tumbuh pada permukaan media sehingga memudahkan isolasi koloni.
Cawan petri diinkubasi pada suhu 300 C selama 20 jam. Kemudian dilakukan isolasi monokloni terhadap koloni bakteri yang sifat koloninya diduga merupakan bakteri penghasil asam glutamat. Koloni Brevibacterium flavum yang ditumbuhkan dari kultur murni dijadikan sebagai pembanding.
Bentuk koloni dari Brevibacterium flavum adalah bulat, berwarna kuning, tidak berlendir, tepi koloni rata, elevasi cembung, dan tidak ada tanda-tanda spesifik lainnya. Koloni yang tumbuh dalam cawan petri yang mempunyai karakteristik seperti tersebut di atas kemudian diisolasikan dan dipindahkan ke media agar miring.
Teknik penggoresan yang dilakukan pada media agar miring adalah zig-zag. Dengan teknik ini diharapkan bakteri tumbuh dengan cepat dan banyak. Selanjutnya agar miring diinkubasi pada suhu 310 C selama 24 jam.
Bakteri yang tumbuh pada masing-masing agar miring kemudian dicoba digunakan pada fermentasi dalam labu Kolben, tujuannya yaitu untuk melihat kemungkinan bakteri tersebut menghasilkan asam glutamat.
Pengujian secara kualitatif terhadap adanya asam glutamat dilakukan dengan kromatografi lapis tipis (thin layer chromatography). Laju spesifik (Rf) spot dari sampel hasil fermentasi di dalam labu Kolben dibandingkan dengan spot asam glutamat standar.
Bila ditemukan bakteri penghasil asam glutamat maka kemudian dilakukan percobaan-percobaan dengan berbagai perlakuan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Sebagai contoh ialah percobaan teknik mutasi dan percobaan variasi media sehingga dihasilkan strain serta kondisi fermentasi yang optimal menghasilkan asam glutamat.
Thanks for your attention...
Gbu...
Langganan:
Postingan (Atom)